Cerpen tugas bahasa indonesiaku yang aku buat dengan sepenuh hati *lebey banget* maav jelek, karna saya bukan seorang penulis yang handal ^^ dimohon untuk meninggalkan kritik dan saran :)
Antara Ada dan Tiada
Hatiku tak secerah sore ini. Hatiku mendung tak tahu entah kenapa. Di sudut kamarku inilah aku menangis. Menangis karena kegelisahan-kegelisahan yang timbul tanpa sebab. Semenjak aku menginjakkan kakiku di bangku SMA ini, SMA yang terbilang favorit di kotaku, SMA Negeri 18 Surabaya, aku memang sering dilanda kegelisahan-kegelisahan yang sering membuatku menagis tanpa sebab. Aku lelah seperti ini. Tiba-tiba menangis. Tiba-tiba marah-marah tanpa sebab. Tetapi, untunglah aku masih memiliki sahabat yang selalu menemaniku.
Karena aku lelah memendam semua ini, aku putuskan untuk menghubungi sahabatku. Reynald. Ya, dialah sahabatku sekaligus mantan pacarku. Memang kami pernah menjalin suatu hubungan, tapi itu dulu bukan sekarang. Dan sekarang aku bangga bisa membuktikan bahwa mantan pacar tak selalu jahat tetapi bisa menjadi sahabat terdekatmu.
Kutekan beberapa tombol di handphoneku, lalu kutekan call. Tut . . . Tut. . . Tut. . . “Halo, Nay. Kenapa?” jawab suara di seberang sana. “Kamu lagi sibuk nggak, Rey?” tanyaku kepadanya melalui sambungan telepon. “Nggak kok, kenapa?” balasnya. “Aku pengen cerita. Boleh kan?” tanyaku. “Boleh lah, Nay. Mau cerita apa?” tanyanya. “Ada waktu kan sekarang? Kalau gitu, kita ketemu di tempat biasa aja ya,” pintaku keapadanya. “Ada kok. Ya, aku ke sana sekaran,.” jawabnya. “Makasih, Rey. Hati-hati,” Lalu kututup sambungan teleponku dan aku langsung mengambil kunci motorku. Setelah berpamitan dengan mamaku aku pun pergi. Aku pergi ke tempat biasa. Ke padang rumput nan kecil tetapi indah. Di sanalah aku biasa melepas penatku.
Sesampainya di padang rumput itu, aku duduk. Sambil memandangi hijaunya rerumputan di sana, air mataku mengalir lagi. Benar-benar gundah hatiku.
“Nayla, kamu kenapa?” tanya Rey yang tiba-tiba dajang dan langsung duduk di sampingku. “Aku capek, Rey. Serasa ingin mati saja aku,” Jawabku sambil menagis sesenggukan. “Kamu bicara apa sih, Nay?! Nggak boleh ngomong seperti itu! Kenapa kamu? Ayo cerita!” bujuk Rey kepadaku sambil membelai rambutku. “Aku nggak tau kenapa juga. Akhir-akhir ini aku nggak semangat sekolah lagi,” jelasku sambil mencurahkan semua rasa yang sudah lama kupendam. “Nayla, apa si tujuanmu sekolah?” tanya Reynald dengan mimik serius. “Ya, aku kan ingin ngebanggain ayah, mama, nenekku dan alm. Kakekku,” jawabku tanpa menatap wajahnya. “Nah, itu kamu punya tujuan. Ayolah, gunakan itu semua untuk membuang semua ketidaknyamananmu itu. Jangan menyerah ! Kamu pasti bisa !” Rey mulai meluncurkan kata-kata penyemangatnya. “Tapi aku nggak bisa enjoy di kelasku yang sekarang. Mereka terlalu egois. Bukan seperti kelas kita yang dulu,” kilahku. “Nayla... Setiap kau ingin mendapatkan sesuatu pastilah ada tantangan tersendiri. Nah, itu tantanganmu sekarang dan kamu harus bisa meyelesaikan tantanganmu itu. Kamu tahu nggak, Nay ? Kamu sendiri juga egois,” jawab Rey yang cukup mengagetkanku. “Ha? Aku egois? Bagaimana bisa?” tanyaku kepada Rey. “Kamu tanpa sadar juga egois. Kamu berpikiran temanmu egois karena kamu merasa tidak diuntungkan. Benarkan?” jawab Rey yang membuatku tak bisa berkilah lagi. Benar juga yang dikatakan Rey. Aku juga egois, kataku dalam hati.
Itulah Reynald. Yang selalu melihat suatu permasalahan tidak hanya dari satu sisi. Itulah yang membuatku merasa nyaman setiap kali aku bercerita dengannya. Tapi sayang, di mata teman-teman dia dianggap anak yang tidak baik. Tapi menurutku dia anaka yang baik, hanya saja dia menutupi kebaikannya itu. Dan aku ingin membongkar semua kebaikannya itu, aku ingin menunjukkan ke teman-teman bahwa dia anak yang baik.
Setelah berbagai nasihat yang diberikan Reynald kepadaku, aku merasa lebih tenang. Sudah jarang menangis tanpa sebab. Setelah itu, aku jarang berkomunikasi dengannya. Aku dan dia terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
“Minggu depan ulangan Fisika ya anak-anak. Bahannya bab kalor,” kata Pak Guru kepada aku dan teman-teman sekelasku. Fisika ! Yap, pelajaran yang kini menjadi momok menakutkan bagiku. Semenjak SMA, aku memang tak terlalu menyukai pelajaran itu. Padahal sewaktu aku SMP, aku sangat menyukai pelajaran itu. Dan pada bab kali ini, aku belum paham sama sekali. Bagaimana aku bisa mengerjakan ulangan nanti kalau dari awal bab saja aku tidak paham, tanyaku dalam hati.
Sepulang sekolah, aku masih memikirkan bagaimana aku bisa mengerti pelajaran itu secara kilat sebelum ulangan tiba. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk bertanya ke Reynald. Dia kan pintar Fisika. Lalu aku putuskan untuk megirim sms ke Reynald.
* To : Reynald
Rey, lagi sibuk nggak? Bisa minta tolong?
Tak beberapa lama Rey membalas smsku.
* From : Reynald
Mau minta tolong apa, Nay?
* To : Reynald
Tolong ajarin aku Fisika dong. Aku sama sekali nggak ngerti nih. Padahal minggu depan ulangan Fisika. Kapan kamu ada waktu luang ?
* From : Reynald
Kamu sendiri bisanay kapan ? Aku kapan-kapan bisa kok. Emang mau tanya bab apa?
* To : Reynald
Bab kalor. Kalau Sabtu, ada waktu kan kamu?
* From : Reynald
Oh ya ya. Di mana?
* To : Reynald
Di rumahku saja ya.
* From : Reynald
Oke.
* To : Reynald
Thanks before, Rey.
Setelah mendapat guru Fisika untuk mengajari aku yang gratis tis tis tis, lega rasanya hatiku.
Hari Sabtu pun tiba, dan sekarang bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku pun buru-buru merapikan alat tulisku dan bergegas pulang. “Eh Nay, ikut nggak ke rumah Bunga?” tanya Rara padaku. “Sekarang? Aku nggak ikut aja ya,” jawabku. “Kenapa? Biasanya kamu kan yang paling semangat kalau mau main,” balas Rara. “Aku ada acara hari ini,” kataku. “Yah, Nay. Sayang deh. Emang acara apaan?” tanyanya Rara sok ingin tahu. “Adalah. Sudah ya, aku pulang dulu.. Dadaah,”jawabku. “Ya hati-hati,” balas Rara.
Sesampainya di rumah, aku langsung bersiap-siap Rey datang. Sambil menunggu di ruang tamu, aku menonton televisi. Dan saat itu juga handphoneku berbunyi tanda sms masuk. Tertera di layar handphoneku, sms dari Reynald.
* From : Reynald
Nay, maaf ya. Aku hari ini nggak bisa ke rumahmu.
Dan aku langsung membalas smsnya.
* To : Reynald
Oooh, yasudah. Nggak apa-apa. Emang kenapa?
* From : Reynald
Aku ada jam tambahan sekarang. Maaf ya.
* To : Reynald
Nggak apa-apa. Tapi lain kali tolong ajari aku ya saat kamu ada waktu luang.
* From : Reynald
Oke Nayla.
Huuh! Tidak jadi belajar Fisika. Tau gitu tadi aku ikut ke rumah Bunga, batinku sebal. Ya sudah, lalu aku putuskan membaca teenlit untuk membunuh malam Minggu yang mebosankan ini. Nasib orang jomblo ya begini, malam Minggu selalu sendirian.
Di pertengahan aku membaca teenlit, aku teringat bahwa aku belum menentukan hari kapan Rey akan mengajri aku Fisika.Aku mengirim sms ke Rey.
* To : Reynald
Rey,kapan kamu ada waktuluang? Ajari aku Fisika dong, mau ulangan nih.
Sudah hampir satu jam aku menunggu balasan dari Rey. Tetapi sampai sekarang dia juga belum membalas smsku. Menyebalkan! Ya sudah, karena hari sudah malam aku tidur saja. Lalu aku pun tertidur dengan lelap.
Keesokan paginya, setelah aku membuka mata, aku langsung melihat handphoneku. Kukira Rey sudah membalas smsku, ternyata tidak. Aku bertanya-tanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan dengan si Rey. Okelah, aku akan mengirim sms itu lagi.
* To : Reynald
Rey,kapan kamu ada waktuluang? Ajari aku Fisika dong, mau ulangan nih.
Sent. . .
Sampai siang pun tak ada balasan dari Rey. Aku sudah putus asa. Dan aku putuskan untuk besok ke kelas Rey saja. Dan bertanya kepadanya secara langsung.
Hari Senin saat istirahat aku mendatangi Rey ke kelasnya. Sesampainya di kelas Rey. “Lala, tolong panggilin Rey dong.”pintaku ke teman Rey. “Oke, bentar ya.”jawabnya. “Rey, ada yang nyariin tuuh.” teriak Lala dari luar kelas. “Ya ya, sebentar,” jawab Rey. Dan Rey pun keluar dari kelasnya.
“Ada apa, Nay?” tanya Rey kepadaku. “Handphone kamu ke mana sie? Disms nggak mbalas,” jawabku ke Rey. “Emang kenapa?”tanya Rey ketus. “Nanti sepulang sekolah, ajarin aku Fisika ya?” pintaku smabil memasang tampang memelas. “Aku kan nggak bisa Fisika, kamu tau sendiri kan? Jangan minta tolong aku, minta tolong ke teman-temanmu yang pintar sana!” jawab Rey sambil memasang tampang judes. “Ayolah, Rey. Kamu kan sudah janji sama aku. Jangan gitu!” jawabku mulai naik darah. “Aku kan nggak bisa Fisika, Nayla!” balasnya. “Kamu bisa kok, aku cuman tanya bab yang gampang,” bujukku. “Ah, yasudahlah kapan?” tanyanya tapi masih memasang tampang menyebalkan. “Nantu ya, sepulang sekolah!” kataku. “Ya, sana masuk kelas, dah bel tuh!” perintahnya.
Saat pelajaran berlangsung, handphoneku bergetar tanda sms masuk. Aku membuka sms itu dan ternyata dari Rey !
* From : Reynald
Nay, aku nanti nggak bisa. Besok Jumat aja ya.
* To : Reynald
Tapi, aku Jumat yang nggak bisa. Kamu tu gimana sie? Katanya janji ngajarun aku!
Aku membalas sms Rey dengan sedikit sebal
* From : Reynald
Ya, terus gimana dong? Yang butuh, aku atau kamu? Kamu tu tau nggak sie! Kamu tadi nggak tahu malu!
Karena bel pulang sekolah sudah selesai, aku membalas sms Rey di rumah.
* To : Reynald
Nggak tahu malu gimana sie? Kamu juga dah janji mau ngajarin aku kok.
* From : Reynald
Tapi aku nggak bisa Fisika. Nggak usah buat-buat deh kamu! Kamu tahu cewek ganjen itu kayak apa? Ya kayak KAMU itu !
* To : Reynald
Eh, aku nggak buat-buat! Aku nggak ganjen! Kamu sendiri yang pernah bilang mau ngajarin aku Fisika.
* From : Reynald
Halah, bilang aja kamu mau deket sama aku. Tapi kamu bilang, ‘Rey, ajarin aku Fisika!’
* To : Reynald
Ya ampun, Rey! Aku tanya Fisika tu emang bener-bener karena nggak ngerti! Nggak usah negatif thinking deh!
* From : Reynald
Tapi aku nggak tau apa-apa soal Fisika ! Bilang aja mau deket aku!
* To : Reynald
Udah deh Rey, boleh aku ngomong sesuatu? Biar kamu nggak punya pikiran negatif ke aku.
* From : Reynald
Apa emang?
* To : Reynald
Nggak tau gimana, dulu aku pengen mbongkar sisi baikmu. Biar temen-temen nggak mandang kamu sebelah mata. Aku yakin, sebenernya kamu tu baik. Tapi, kamu menutupi semua itu. Tapi, . . .
* From : Reynald
Tapi kenapa?
* To : Reynald
Itu DULU bukan SEKARANG! Ini bukan masalah waktu kita masih pacaran atau nggak, waktu kita sudah putus pun kamu tetep nggak berubah. Tapi apa sekarang ? kamu sekarang bukan Reynal yang aku kenal! Kamu sekarang bukan Reynald yang dulu! Sifatmu sekarang malah keliatan negatif semua.
* From : Reynald
Kamu tau! Kamu yang membuat aku tampak negatif! Paham?
* To : Reynald
Kok bisa! Alasannya apa?
* From : Reynald
Halah, sudahlah Nay.
Sekarang gini aja deh, kamu ngak usah menyebut namaku di handphonemu, di laptopmu dan semua barang-barang milikmu! Dan jangan menyinggung aku sedikitpun! Nggak usah menceritakan aku lagi, nggak usah meceritakan sipa mantan terkhirmu! Aku cuman minta itu! Maaf, sekali lagi maaf!
Setelah membaca sms itu, aku tak tahu kenapa air mataku tiba-tiba mengalir deras. Padahal, sewaktu Rey mengatakan aku ganjen, aku nggak marah sedikitpun, aku nggak sedih sedikitpun. Tapi kenapa sewaktu Rey bilang seperti itu, aku malah menangis! Kamu kenapa, Rey? Apa yang membuatmu seperti ini! Kemarin saja, kau masih menjadi teman yang setia mendengarkan keluh kesahku. Kamu kenapa? Mana sosokmu yang dulu? Aku merindukanmu, Rey. Sebagai sahabat, bukan sebagai seorang kekasih.
Hari-hariku di sekolah semenjak kejadian itu, menjadi sebuah garis lurus yang menunjukkan hidupku menjadi monoton. Tidak ada warna-warni kisah remaja. Setiap aku melihat sosokmu dari kejauhan, aku selalu ingin menangis, menatap kepergian sosokmu. Ragamu di sana ada, tapi sosokmu yang dulu serasa tiada di dekatku. Kamu masih bisa ceria, tertawa, bercanda dengan teman-temanmu. Tapi, apa mungkin kau juga memikirkanku, masih peduli denganku? Seperti aku peduli kepadamu. Tapi, aku selalu mengelak baik ke teman-teman maupun ke hatiku sendiri bahwa aku membutuhkanmu, Rey.
Aku memang munafik, selalu menampis segala perasaan yang berkelebat di hatiku. Aku memang seorang pecundang yang tak pernah mau menerima kenyataan bahwa aku membutuhkanmu, aku telah menjadi ketergantungan akan hadirmu. Sebelumnya aku tak pernah merasa begini, merasakan ada kepingan yang hilang saat kau tak ada di sisiku, saat kau pergi menjauhiku. Ragamu memang ada di seberang sana, tapi sosokmu telah tiada. Aku kehilanganmu. Kau antara ada dan tiada. Dan sekarang di sinilah aku, menuliskan semua kenangan yang pernah kulalui denganmu. Menuliskan semua kenangan manis dengan air mataku. Aku menulis sebuah puisi untuk mu, Rey. Mungkin bukn puisi pertama yang kutulis untukmu, tapi ini mungkin akan menjadi puisi yang terkahir untuk mengenangmu.
Setiap kumelihatmu
Kau terasa di hatiku
Kau punya segala yang kuingin
Kenanganku tak henti
Slalu tentang bayangmu
Walau ku tahu
Kau tak pernah anggapku ada
Ku tak bisa menggapaimu
Takkan pernah bisa
Walau sudah letih aku
Tak mungkin lepas lagi
Kau hanya mimpi bagiku
Tak untuk jadi nyata
Dan segala rasa buatmu
Harus padam dan berakhir
Ku tahu
Ku rasa
Hadirmu
Antara ada dan tiada
Aku merindukan sosokmu yang dulu
Sahabatku
Karena aku lelah memendam semua ini, aku putuskan untuk menghubungi sahabatku. Reynald. Ya, dialah sahabatku sekaligus mantan pacarku. Memang kami pernah menjalin suatu hubungan, tapi itu dulu bukan sekarang. Dan sekarang aku bangga bisa membuktikan bahwa mantan pacar tak selalu jahat tetapi bisa menjadi sahabat terdekatmu.
Kutekan beberapa tombol di handphoneku, lalu kutekan call. Tut . . . Tut. . . Tut. . . “Halo, Nay. Kenapa?” jawab suara di seberang sana. “Kamu lagi sibuk nggak, Rey?” tanyaku kepadanya melalui sambungan telepon. “Nggak kok, kenapa?” balasnya. “Aku pengen cerita. Boleh kan?” tanyaku. “Boleh lah, Nay. Mau cerita apa?” tanyanya. “Ada waktu kan sekarang? Kalau gitu, kita ketemu di tempat biasa aja ya,” pintaku keapadanya. “Ada kok. Ya, aku ke sana sekaran,.” jawabnya. “Makasih, Rey. Hati-hati,” Lalu kututup sambungan teleponku dan aku langsung mengambil kunci motorku. Setelah berpamitan dengan mamaku aku pun pergi. Aku pergi ke tempat biasa. Ke padang rumput nan kecil tetapi indah. Di sanalah aku biasa melepas penatku.
Sesampainya di padang rumput itu, aku duduk. Sambil memandangi hijaunya rerumputan di sana, air mataku mengalir lagi. Benar-benar gundah hatiku.
“Nayla, kamu kenapa?” tanya Rey yang tiba-tiba dajang dan langsung duduk di sampingku. “Aku capek, Rey. Serasa ingin mati saja aku,” Jawabku sambil menagis sesenggukan. “Kamu bicara apa sih, Nay?! Nggak boleh ngomong seperti itu! Kenapa kamu? Ayo cerita!” bujuk Rey kepadaku sambil membelai rambutku. “Aku nggak tau kenapa juga. Akhir-akhir ini aku nggak semangat sekolah lagi,” jelasku sambil mencurahkan semua rasa yang sudah lama kupendam. “Nayla, apa si tujuanmu sekolah?” tanya Reynald dengan mimik serius. “Ya, aku kan ingin ngebanggain ayah, mama, nenekku dan alm. Kakekku,” jawabku tanpa menatap wajahnya. “Nah, itu kamu punya tujuan. Ayolah, gunakan itu semua untuk membuang semua ketidaknyamananmu itu. Jangan menyerah ! Kamu pasti bisa !” Rey mulai meluncurkan kata-kata penyemangatnya. “Tapi aku nggak bisa enjoy di kelasku yang sekarang. Mereka terlalu egois. Bukan seperti kelas kita yang dulu,” kilahku. “Nayla... Setiap kau ingin mendapatkan sesuatu pastilah ada tantangan tersendiri. Nah, itu tantanganmu sekarang dan kamu harus bisa meyelesaikan tantanganmu itu. Kamu tahu nggak, Nay ? Kamu sendiri juga egois,” jawab Rey yang cukup mengagetkanku. “Ha? Aku egois? Bagaimana bisa?” tanyaku kepada Rey. “Kamu tanpa sadar juga egois. Kamu berpikiran temanmu egois karena kamu merasa tidak diuntungkan. Benarkan?” jawab Rey yang membuatku tak bisa berkilah lagi. Benar juga yang dikatakan Rey. Aku juga egois, kataku dalam hati.
Itulah Reynald. Yang selalu melihat suatu permasalahan tidak hanya dari satu sisi. Itulah yang membuatku merasa nyaman setiap kali aku bercerita dengannya. Tapi sayang, di mata teman-teman dia dianggap anak yang tidak baik. Tapi menurutku dia anaka yang baik, hanya saja dia menutupi kebaikannya itu. Dan aku ingin membongkar semua kebaikannya itu, aku ingin menunjukkan ke teman-teman bahwa dia anak yang baik.
Setelah berbagai nasihat yang diberikan Reynald kepadaku, aku merasa lebih tenang. Sudah jarang menangis tanpa sebab. Setelah itu, aku jarang berkomunikasi dengannya. Aku dan dia terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
“Minggu depan ulangan Fisika ya anak-anak. Bahannya bab kalor,” kata Pak Guru kepada aku dan teman-teman sekelasku. Fisika ! Yap, pelajaran yang kini menjadi momok menakutkan bagiku. Semenjak SMA, aku memang tak terlalu menyukai pelajaran itu. Padahal sewaktu aku SMP, aku sangat menyukai pelajaran itu. Dan pada bab kali ini, aku belum paham sama sekali. Bagaimana aku bisa mengerjakan ulangan nanti kalau dari awal bab saja aku tidak paham, tanyaku dalam hati.
Sepulang sekolah, aku masih memikirkan bagaimana aku bisa mengerti pelajaran itu secara kilat sebelum ulangan tiba. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk bertanya ke Reynald. Dia kan pintar Fisika. Lalu aku putuskan untuk megirim sms ke Reynald.
* To : Reynald
Rey, lagi sibuk nggak? Bisa minta tolong?
Tak beberapa lama Rey membalas smsku.
* From : Reynald
Mau minta tolong apa, Nay?
* To : Reynald
Tolong ajarin aku Fisika dong. Aku sama sekali nggak ngerti nih. Padahal minggu depan ulangan Fisika. Kapan kamu ada waktu luang ?
* From : Reynald
Kamu sendiri bisanay kapan ? Aku kapan-kapan bisa kok. Emang mau tanya bab apa?
* To : Reynald
Bab kalor. Kalau Sabtu, ada waktu kan kamu?
* From : Reynald
Oh ya ya. Di mana?
* To : Reynald
Di rumahku saja ya.
* From : Reynald
Oke.
* To : Reynald
Thanks before, Rey.
Setelah mendapat guru Fisika untuk mengajari aku yang gratis tis tis tis, lega rasanya hatiku.
Hari Sabtu pun tiba, dan sekarang bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku pun buru-buru merapikan alat tulisku dan bergegas pulang. “Eh Nay, ikut nggak ke rumah Bunga?” tanya Rara padaku. “Sekarang? Aku nggak ikut aja ya,” jawabku. “Kenapa? Biasanya kamu kan yang paling semangat kalau mau main,” balas Rara. “Aku ada acara hari ini,” kataku. “Yah, Nay. Sayang deh. Emang acara apaan?” tanyanya Rara sok ingin tahu. “Adalah. Sudah ya, aku pulang dulu.. Dadaah,”jawabku. “Ya hati-hati,” balas Rara.
Sesampainya di rumah, aku langsung bersiap-siap Rey datang. Sambil menunggu di ruang tamu, aku menonton televisi. Dan saat itu juga handphoneku berbunyi tanda sms masuk. Tertera di layar handphoneku, sms dari Reynald.
* From : Reynald
Nay, maaf ya. Aku hari ini nggak bisa ke rumahmu.
Dan aku langsung membalas smsnya.
* To : Reynald
Oooh, yasudah. Nggak apa-apa. Emang kenapa?
* From : Reynald
Aku ada jam tambahan sekarang. Maaf ya.
* To : Reynald
Nggak apa-apa. Tapi lain kali tolong ajari aku ya saat kamu ada waktu luang.
* From : Reynald
Oke Nayla.
Huuh! Tidak jadi belajar Fisika. Tau gitu tadi aku ikut ke rumah Bunga, batinku sebal. Ya sudah, lalu aku putuskan membaca teenlit untuk membunuh malam Minggu yang mebosankan ini. Nasib orang jomblo ya begini, malam Minggu selalu sendirian.
Di pertengahan aku membaca teenlit, aku teringat bahwa aku belum menentukan hari kapan Rey akan mengajri aku Fisika.Aku mengirim sms ke Rey.
* To : Reynald
Rey,kapan kamu ada waktuluang? Ajari aku Fisika dong, mau ulangan nih.
Sudah hampir satu jam aku menunggu balasan dari Rey. Tetapi sampai sekarang dia juga belum membalas smsku. Menyebalkan! Ya sudah, karena hari sudah malam aku tidur saja. Lalu aku pun tertidur dengan lelap.
Keesokan paginya, setelah aku membuka mata, aku langsung melihat handphoneku. Kukira Rey sudah membalas smsku, ternyata tidak. Aku bertanya-tanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan dengan si Rey. Okelah, aku akan mengirim sms itu lagi.
* To : Reynald
Rey,kapan kamu ada waktuluang? Ajari aku Fisika dong, mau ulangan nih.
Sent. . .
Sampai siang pun tak ada balasan dari Rey. Aku sudah putus asa. Dan aku putuskan untuk besok ke kelas Rey saja. Dan bertanya kepadanya secara langsung.
Hari Senin saat istirahat aku mendatangi Rey ke kelasnya. Sesampainya di kelas Rey. “Lala, tolong panggilin Rey dong.”pintaku ke teman Rey. “Oke, bentar ya.”jawabnya. “Rey, ada yang nyariin tuuh.” teriak Lala dari luar kelas. “Ya ya, sebentar,” jawab Rey. Dan Rey pun keluar dari kelasnya.
“Ada apa, Nay?” tanya Rey kepadaku. “Handphone kamu ke mana sie? Disms nggak mbalas,” jawabku ke Rey. “Emang kenapa?”tanya Rey ketus. “Nanti sepulang sekolah, ajarin aku Fisika ya?” pintaku smabil memasang tampang memelas. “Aku kan nggak bisa Fisika, kamu tau sendiri kan? Jangan minta tolong aku, minta tolong ke teman-temanmu yang pintar sana!” jawab Rey sambil memasang tampang judes. “Ayolah, Rey. Kamu kan sudah janji sama aku. Jangan gitu!” jawabku mulai naik darah. “Aku kan nggak bisa Fisika, Nayla!” balasnya. “Kamu bisa kok, aku cuman tanya bab yang gampang,” bujukku. “Ah, yasudahlah kapan?” tanyanya tapi masih memasang tampang menyebalkan. “Nantu ya, sepulang sekolah!” kataku. “Ya, sana masuk kelas, dah bel tuh!” perintahnya.
Saat pelajaran berlangsung, handphoneku bergetar tanda sms masuk. Aku membuka sms itu dan ternyata dari Rey !
* From : Reynald
Nay, aku nanti nggak bisa. Besok Jumat aja ya.
* To : Reynald
Tapi, aku Jumat yang nggak bisa. Kamu tu gimana sie? Katanya janji ngajarun aku!
Aku membalas sms Rey dengan sedikit sebal
* From : Reynald
Ya, terus gimana dong? Yang butuh, aku atau kamu? Kamu tu tau nggak sie! Kamu tadi nggak tahu malu!
Karena bel pulang sekolah sudah selesai, aku membalas sms Rey di rumah.
* To : Reynald
Nggak tahu malu gimana sie? Kamu juga dah janji mau ngajarin aku kok.
* From : Reynald
Tapi aku nggak bisa Fisika. Nggak usah buat-buat deh kamu! Kamu tahu cewek ganjen itu kayak apa? Ya kayak KAMU itu !
* To : Reynald
Eh, aku nggak buat-buat! Aku nggak ganjen! Kamu sendiri yang pernah bilang mau ngajarin aku Fisika.
* From : Reynald
Halah, bilang aja kamu mau deket sama aku. Tapi kamu bilang, ‘Rey, ajarin aku Fisika!’
* To : Reynald
Ya ampun, Rey! Aku tanya Fisika tu emang bener-bener karena nggak ngerti! Nggak usah negatif thinking deh!
* From : Reynald
Tapi aku nggak tau apa-apa soal Fisika ! Bilang aja mau deket aku!
* To : Reynald
Udah deh Rey, boleh aku ngomong sesuatu? Biar kamu nggak punya pikiran negatif ke aku.
* From : Reynald
Apa emang?
* To : Reynald
Nggak tau gimana, dulu aku pengen mbongkar sisi baikmu. Biar temen-temen nggak mandang kamu sebelah mata. Aku yakin, sebenernya kamu tu baik. Tapi, kamu menutupi semua itu. Tapi, . . .
* From : Reynald
Tapi kenapa?
* To : Reynald
Itu DULU bukan SEKARANG! Ini bukan masalah waktu kita masih pacaran atau nggak, waktu kita sudah putus pun kamu tetep nggak berubah. Tapi apa sekarang ? kamu sekarang bukan Reynal yang aku kenal! Kamu sekarang bukan Reynald yang dulu! Sifatmu sekarang malah keliatan negatif semua.
* From : Reynald
Kamu tau! Kamu yang membuat aku tampak negatif! Paham?
* To : Reynald
Kok bisa! Alasannya apa?
* From : Reynald
Halah, sudahlah Nay.
Sekarang gini aja deh, kamu ngak usah menyebut namaku di handphonemu, di laptopmu dan semua barang-barang milikmu! Dan jangan menyinggung aku sedikitpun! Nggak usah menceritakan aku lagi, nggak usah meceritakan sipa mantan terkhirmu! Aku cuman minta itu! Maaf, sekali lagi maaf!
Setelah membaca sms itu, aku tak tahu kenapa air mataku tiba-tiba mengalir deras. Padahal, sewaktu Rey mengatakan aku ganjen, aku nggak marah sedikitpun, aku nggak sedih sedikitpun. Tapi kenapa sewaktu Rey bilang seperti itu, aku malah menangis! Kamu kenapa, Rey? Apa yang membuatmu seperti ini! Kemarin saja, kau masih menjadi teman yang setia mendengarkan keluh kesahku. Kamu kenapa? Mana sosokmu yang dulu? Aku merindukanmu, Rey. Sebagai sahabat, bukan sebagai seorang kekasih.
Hari-hariku di sekolah semenjak kejadian itu, menjadi sebuah garis lurus yang menunjukkan hidupku menjadi monoton. Tidak ada warna-warni kisah remaja. Setiap aku melihat sosokmu dari kejauhan, aku selalu ingin menangis, menatap kepergian sosokmu. Ragamu di sana ada, tapi sosokmu yang dulu serasa tiada di dekatku. Kamu masih bisa ceria, tertawa, bercanda dengan teman-temanmu. Tapi, apa mungkin kau juga memikirkanku, masih peduli denganku? Seperti aku peduli kepadamu. Tapi, aku selalu mengelak baik ke teman-teman maupun ke hatiku sendiri bahwa aku membutuhkanmu, Rey.
Aku memang munafik, selalu menampis segala perasaan yang berkelebat di hatiku. Aku memang seorang pecundang yang tak pernah mau menerima kenyataan bahwa aku membutuhkanmu, aku telah menjadi ketergantungan akan hadirmu. Sebelumnya aku tak pernah merasa begini, merasakan ada kepingan yang hilang saat kau tak ada di sisiku, saat kau pergi menjauhiku. Ragamu memang ada di seberang sana, tapi sosokmu telah tiada. Aku kehilanganmu. Kau antara ada dan tiada. Dan sekarang di sinilah aku, menuliskan semua kenangan yang pernah kulalui denganmu. Menuliskan semua kenangan manis dengan air mataku. Aku menulis sebuah puisi untuk mu, Rey. Mungkin bukn puisi pertama yang kutulis untukmu, tapi ini mungkin akan menjadi puisi yang terkahir untuk mengenangmu.
Setiap kumelihatmu
Kau terasa di hatiku
Kau punya segala yang kuingin
Kenanganku tak henti
Slalu tentang bayangmu
Walau ku tahu
Kau tak pernah anggapku ada
Ku tak bisa menggapaimu
Takkan pernah bisa
Walau sudah letih aku
Tak mungkin lepas lagi
Kau hanya mimpi bagiku
Tak untuk jadi nyata
Dan segala rasa buatmu
Harus padam dan berakhir
Ku tahu
Ku rasa
Hadirmu
Antara ada dan tiada
Aku merindukan sosokmu yang dulu
Sahabatku